Hay
namaku Kartika Budiman, lebih seringnya dipanggil Tika. Kali ini saya akan
menceritakan, mendiskripsikan, menjelaskan, membahas tentang kehidupan dari
salah satu teman saya yang menurut teman cowok aku si doi tersebut mempunyai
paras yang cantik. Cie..cie..cie.. ge’er nih.
Add caption |
Begini ceritanya, Seminggu yang lalu
tepatnya tanggal 4 desember 2012 kami mengikuti kuliah Sistem Informasi
Akuntansi dari Bapak Ronal Badu, pada UAS nanti kami diberi tugas untuk membuat
suatu proposal penelitian yang bagi kami mahasiswa semester 3 termasuk tugas
yang lumayan sulit. Dan ternyata kesulitan kami itu teratasi ketika kami diberi
tugas yang hampir sama, yaitu kami diberi tugas untuk membuat penelitian kepada
teman yang duduk disebelah kiri dan kanan kami, kebetulan saya diberi tugas
untuk meneliti teman disebelah kiri saya dan kebetulan juga dia adalah seorang
sosok yang ketika kami dibentuk kelas pada semester 1 adalah salah satu cewek
yang kurang saya suka karena kebiasaannya itu. Dan Siapakah nama cewek itu?
Ladies and Gentlemen inilah dia si cewek yang mempunyai paras yang cantik itu
VINA SELVIATY TUE yang lebih sering dikenal dengan nama Vina.
Sehari kemudian saya langsung
mengerjakan sesuai dengan perintah dari si bapak dosen. Saya langsung duduk
menginterogasi teman saya. Banyak pertanyaan yang saya ajukan kepada cewek yang
lahir 19 tahun yang lalu tepatnya tanggal 23 Juni di salah satu daerah di
Gorontalo yang bernama Kwandang itu. Salah satunya ketika saya menanyakan hobinya,
dengan enteng dia menjawab, “ Nonton film”. Terus saya mengajukan pertanyaan
lain kepada teman saya itu, “Apa kegiatan kamu sehari-hari selain belajar dan
ke kampus?” katanya, “yah sewajarny anak kost, begitulah aktivitas saya
sehari-hari”. Setelah itu saya melanjutkan memberikan pertanyaan kepadanya, dan
dia menjawa dengan baik tanpa ada pertanyaan balik kepada saya. Tanpa disadari
dua jam telah kami lewati dengan bercakap-cakap tentang kehidupannya. Akhirnya
penelitian saya untuk hari itu diakhiri.
Keesokan harinya saya melanjutkan tugas
saya menanyakan pertanyaan yang sudah saya buat dari rumah. Ketika saya
memberikan selembar kertas yang berisikan pertanyaan tersebut kepadanya, dia
langsung tertuju kepada pertanyaan pertama yang saya tulis, tertulis seperti
ini, “kapan ayah kamu meninggal?”
Seperti yang saya dan teman-taman saya tau bahwa teman saya ini telah ditinggal
pergi untuk selama-lamanya oleh ayahnya. Pasti kita juga bisa merasakan
bagaimana perasaan seorang anak yang ditinggal oleh sosok yang paling disayangi
yaitu ayahnya sendiri. Dia berkata kepada saya, “pertanyaan kamu mengingatkan
saya kepada ayah saya dan membuat saya sedih”. Dengan sangat menyesal saya
memohon maaf kepada teman saya itu. Setelah beberapa menit berlalu, anak pertama
dari 3 bersaudara itu mengembalikan kertas itu kepada saya. Ketika saya membaca
semua jawabannya, saya langsung mengetahui bahwa apa yang saya lihat selama ini
tidak seperti pada kenyataannya. Saya lebih merasa terharu pada satu pertanyaan
yang tertuis seperti ini, “ saat kuliah
ini kamu tinggalnya dengan siapa dan ketika ayah kamu meninggal siapa yang
membiayai kehidupan kamu dan kedua adik kamu? ”, jawabannya tertulis
seperti ini, “ketika mau melanjutkan
sekolah ke SMA, saya sekolah di SMK 1 Gorontalo dan tinggal dirumah saudara
ayah saya sampai saya kuliah smester 2. Memasuki semester 3 saya pindah dan
ngekost di kos-kosan dekat kampus. Awal saya pindah saya merasa berat sekali
meninggalkan tempat saya itu karena sebelum meninggal ayah saya telah berpesan
agar saya tidak ngekos. Tapi karena biaya kuliah semakin tinggi, banyak
pengeluaran yang harus dikeluarkan untuk membiayai kuliah saya dan jarak tempat
tinggal saya dan kampus cukup jauh makanya saya memilih untuk tinggal di kos
yang dekat kampus. Kehidupan nge kos pun saya jalani dengan penuh kesabaran,
semuanya saya lakukan sendiri, terkadang untuk makanpun saya merasa sangat
sulit. Dan yang membiayai kehidupan sehari-hari dan kuliah saya sekarang adalah
ibu saya. Ibu saya bekerja sebagai pedagang barang-barang harian. Dengan
pekerjaan itulah beliau bisa memenuhi kebutuhan sekolah saya dan adik saya
walaupun dengan sangat sederhana. Di akhir pembicaraan kami saya bertanya
pertanyaan terakhir kepadanya, “ Apa yang paling kamu takuti dalam hidup kamu?”
dia menjawab, “ yang paling saya takuti adalah kehilangan orang yang saya
sayangi untuk kedua kalinya karena saya telah merasakan kehilangan seorang ayah
yang saya sangat sayangi.” Dia juga berpesan kepada saya, “Tika, disaat kita
masih memiliki orang tua yang lengkap, maka sayangilah mereka dengan
sungguh-sungguh sebelum mereka pergi, seperti yang telah saya alami”. Begitulah
akhir dari percakapan kami dihari itu yang pada saat itu hujan turun sangat
deras. Mungkin langitpun ikut bersedih ketika mendengar ceritanya itu.
Pada
semester 1 ketika saya mengetahui bahwa saya sekelas dengan dia, saya langsung
kecewa, kenapa saya sekelas dengan orang seperti dia. Karena menurut pandangan
saya dia itu orangnya sombong, suka memperlihatkan kemewahan kepada kami. Tapi
ternyata dia tidak seperti itu, dia sangat baik, dan dia juga tidak sombong
sperti yang saya nilai waktu pertama kali saya melihatnya. Dan juga dia
mengajarkan kepada saya bagaimana menjalani hiudp dengan penuh kesederhanaan.
Dia juga sangat kuat dan sabar ketika dia kehilangan ayahnya yang jika itu
terjadi kepada saya mungkin saya tidak bisa setegar dia sekarang. Dan satu
pesan yang telah dia sampaikan kepada saya, akan selalu saya ingat dan berusaha
menjalankannya, “ Sayangilah orang tua kita
ketika mereka masih ada dengan kita karena kita akan menyesal jika kita belum
melakukan sesuatu ketika mereka telah pergi”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar